BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Tujuan Negara Indonesia sebagaimana
tertuang dalam alinea ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945[1] “melindungi segenap bangsa indonesia dan
seluruh tumpah darah indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Untuk
mencapai tujuan tersebut tidaklah mudah karena membutuhkan kerjasama seluruh
komponen bangsa, baik itu pemerintah, pemuka agama, maupun tokoh masyarakat
sendiri. Yang memiliki tanggung jawab paling besar untuk mewujudkan cita-cita
bangsa dan Negara adalah pemerintah. Untuk menjalankan pemerintahan tentu dibutuhkan
orang-orang yang berkompeten untuk membantu pemerintah dalam
pelayanan-pelayanan public agar pelayanan tersebut benar-benar sampai kepada
masyarakat dan dapat terlaksana dengan baik sehingga dapat terwujudnya
masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.
Namun orang-orang yang dalam menjalankan proses
pelayanan publik tersebut seringkali tidak sesuai dengan birokrasi yang ada, dikarenakan
sikap pimpinan yang memilih pejabat atas dasar suka atau tidak suka sehingga
para pejabat mendapatkan jabatan yang tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang
dimiliki yang membawa dampak buruk terhadap pelayanan masyarakat. Oleh karena
itu, diperlukan regulasi yang tepat agar dapat memberikan pelayanan pubik yang
optimal.
Sistem lelang jabatan merupakan pilihan
atau cara alternatif dalam memilih pejabat yang sesuai dengan kapasitas dan kemampuan
yang dimilikinya, namun munculnya wacana tentang sistem lelang jabatan ini
ternyata terjadi polemik di masyarakat. Ada yang pro terhadap sistem lelang
jabatan karena memiliki maksud dan tujuan yang mulia, dan ada pula yang kontra
karena ketidakjelasan efektivitas dari proses lelang jabatan ini.
Berangkat dari hal tersebut maka kami
selaku penyusun artikel ini ingin menganalisis lebih dalam dimana letak
perbedaan sudut pandang serta alasan-alasannya baik dari persektif pro maupun
kontra, dan apakah memang sistem lelang jabatan ini sesuai dengan UUD 1945
ataukah sebaliknya sistem ini tidak sejalan dengan UUD 1945 sehingga tidak
perlu untuk dilaksanakan.
B.
Rumusan
Masalah.
Berdasarkan latar belakang masalah yang
diuraikan di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah
analisis dari perspektif PRO terhadap Sistem Lelang Jabatan?
2. Bagaimanakah
analisis dari perspektif KONTRA terhadap Sistem Lelang Jabatan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Analisis
Dari Perspektif PRO Terhadap Sistem Lelang Jabatan
Untuk pembahasan
kali ini akan dianalisis melalaui kajian teoritis-filosofis, yuridis-normatif
dan empiris-sosiologis
kenapa PRO terhadap topik ini:
1.
Kajian
teoritis-filosofis
Secara teoritis Aristoteles
mengatakan bahwa salah satu konsepsi
negara hukum adalah adanya keadilan kepada warga negaranya, apabila keadilan
telah terwujud, maka terciptalah suatu “negara hukum” karena tujuan negara
adalah kesempurnaan warganya yang berdasarkan atas keadilan. Dalam negara seperti
ini keadilanlah yang memerintah dan harus terjelma di dalam negara, dan hukum
berfungsi memberi kepada setiap apa yang sebenarnya berhak ia terima.[2]
Ilmu hukum tidak
hanya dilihat dari segi sumber hukum formal tetapi juga hukum materil, secara
filosofi pancasila adalah sumber hukum dalam arti secara materil yang tidak
saja menjiwai, tetapi harus dilaksanakan dan tercermin oleh dan dalam setiap
peraturan hukum di indonesia.[3]
oleh karena itu hukum di indonesia haruslah berdasar pada pancasila yang juga
merupakan dasar dan ideologi negara sekaligus Modus vivendi (kesepakatan leluhur) bangsa indonesia yang sulit
atau (mungkin) tidak bisa digantikan.[4] Hal
ini sejalan dengan pancasila sila ke-5 yaitu, keadilan sosial bagi seluruh
rakyat indonesia, yang selanjutnya dijabarkan dalam butir ke-2 pedoman
pengamalan pancasila berdasarkan Tap MPR No.I/MPR/2003, yang berbunyi “mengembangkan
sikap adil terhadap sesama.”
Jika dilihat
dalam konsideran Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara pada huruf (a) berbunyi, menimbang bahwa dalam rangka pelaksanaan
cita-cita bangsa dan mewujudkan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu
dibangun aparatur sipil negara yang memiliki integritas, profesional, netral
dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan
mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, ini juga sejalan dengan sistem lelang jabatan dan pancasila sebagai dasar
Negara.
Dari uraian di
atas maka dapat dikatakan bahwa Sistem Lelang Jabatan sesuai dengan
Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara maupun pancasila. Oleh karena itu, ditinjau
dari kajian teoritis filosofis Sistem Lelang Jabatan ini perlu untuk dilaksanakan.
2.
Kajian
Yuridis-Normatif
Secara yuridis
normatif atau dilihat dari perspektif sumber hukum formal,[5]
topik pembahasan tentang sistem lelang jabatan memiliki keterkaitan secara
konstitusional dengan HAM yang telah tertuang di dalam UUD 1945[6]
pada pasal 27 ayat (1), (2), dan (3). Ayat (1) yang berbunyi :
1)
“segala
warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya,
2)
“tiap-tiap
warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”,
3)
“setiap
warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan Negara”,pasal
28C ayat (2) yang berbunyi “setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan
haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya”, pasal
28D ayat (3) yaitu “setiap warga Negara berhak memperoleh kesempatan yang sama
dalam pemerintahan”, dan pasal 28I ayat (2) yang menyatakan “setiap orang
berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan
berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif
itu.”
Hal tersebut
dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
pasal 16 “setiap jabatan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 14 ditetapkan sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan”.
Hal ini juga dilandasi dengan UU Nomor 43 tahun 1999 tentang perubahan atas UU
nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok kepegawaian pada pasal 17 ayat (2) :
“pengangkatan
pegawai negeri sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip
profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat
yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa
membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, atau golongan.
Uraian di atas
baik dilihat dari UUD 1945, UU tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), maupun UU
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, maka sudah sangat jelas bahwa setiap orang
atau setiap warga Negara terutama warga Indonesia mempunyai hak kolektif, hak
untuk menunjukkan kemampuan dan profesionalitas salah satunya juga berhak
mendapatkan pekerjaan yang layak dalam sistem lelang jabatan ini agar dapat
membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya tanpa harus bersifat diskriminatif
atau membeda-bedakan suku, budaya, ras, kedudukan sosial, maupun agama yang
dimilikinya. Hal ini tentu saja sejalan dengan terobosan baru mengenai sitem
lelang jabatan atau promosi jabatan yang dilakukan pemerintah untuk mengisi
jabatan struktural, baik di tingkat daerah maupun di tingkat pusat.
3.
Kajian
Empiris-Sosiologis
Bila kita
melihat fakta di lapangan, ternyata sistem lelang jabatan ini sudah dilakukan. Menurut
Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta[7], ada
75 calon yang mendaftar untuk menjadi camat, sementara sisanya 151 orang
mendaftar sebagai lurah. Adapun sebanyak 74.283 PNS mengikuti sistem seleksi
dan promosi jabatan atau yang dikenal lelang jabatan sebab memenuhi syarat
untuk mengikuti proses seleksi. Hal ini juga dapat dilihat pada lurah Susan
Jasmine Zulkifli yang terpilih sebagai lurah di kelurahan Lenteng Agung.
Menganalisis
fakta yang kemudian diperkuat dengan data dari BKD DKI Jakarta di atas maka
dapat dipahami pengaruh positif dari lelang jabatan antara lain, adanya fit and
proper test, terlihat bagaimana track
record kinerja pejabat tersebut, menghindari pengisian jabatan yang
merupakan “pesenan” dari pihak lain yang memiliki kepentingan dalam hal tugas
dan wewenang dari jabatan tersebut, memberikan peluang yang sama bagi PNS yang
berkarier berdasarkan kinerja dan prestasi kerjanya, dan bentuk keterbukaan
birokrasi kepada masyarakat, sehingga masyarakat akan lebih percaya kepada
pemerintahan, sehingga gol “good governance” akan tercipta.
B.
Analisis
Dari Perspektif KONTRA
Terhadap Sistem Lelang Jabatan
Untuk pembahasan
kali ini juga akan dianalisis melalaui kajian teoritis-filosofis,
yuridis-normatif dan empiris-sosiologis kenapa kontra terhadap topik ini:
1.
Kajian
Teoritis –Filosofis
Secara teoritis Aristoteles
mengatakan bahwa salah satu konsepsi
negara hukum adalah adanya keadilan kepada warga negaranya, apabila keadilan
telah terwujud, maka terciptalah suatu “negara hukum” karena tujuan negara
adalah kesempurnaan warganya yang berdasarkan atas keadilan. Dalam negara
seperti ini keadilanlah yang memerintah dan harus terjelma di dalam negara, dan
hukum berfungsi memberi kepada setiap apa yang sebenarnya berhak ia terima.
Ilmu hukum tidak
hanya dilihat dari segi sumber hukum formal tetapi juga hukum materil, secara
filosofi pancasila adalah sumber hukum dalam arti secara materil yang tidak
saja menjiwai, tetapi harus dilaksanakan dan tercermin oleh dan dalam setiap
peraturan hukum di indonesia.[8]
oleh karena itu hukum di indonesia haruslah berdasar pada pancasila yang juga
merupakan dasar dan ideologi negara sekaligus Modus vivendi (kesepakatan leluhur) bangsa indonesia yang sulit
atau (mungkin) tidak bisa digantikan.[9]
Hal ini sejalan
dengan pancasila sila ke-5 yaitu “keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia”,
yang selanjutnya dijabarkan dalam butir ke-2 pedoman pengamalan pancasila
berdasarkan Tap MPR No.I/MPR/2003 yang berbunyi “mengembangkan sikap adil terhadap sesama.” Hal ini ditegaskan oleh
salah satu pemikiran filosofis presiden Soekarno yaitu “keadilan sosial ialah suatu masyarakat atau sifat suatu masyarakat adil
dan makmur, berbahagia buat semua orang, tidak ada penghinaan, tidak ada
penindasan, tidak ada penghisapan”. Jika keadilan ini dijalankan tentunya
akan senada dengan pancasila sila ke-3 yaitu persatuan Indonesia.
Dari uraian di
atas jika dikaitkan dengan sistem lelang jabatan, dapat dilihat bahwa disini
keadilan mungkin adil bagi para pemeritah yang membuat kebijakan ini, namun
belum tentu adil bagi para PNS yang akan mengikuti proses-proses tersebut, dikarenakan
sistem lelang jabatan terbuka secara umum bagi PNS namun tidak adil bagi orang
yang sudah lama berkecimpung di bidang tertentu dalam birokrasi yang sudah
paham akan sistem tersebut dibandingkan dengan orang yang terpilih tetapi belum
punya keahlian atau pengalaman dalam sistem birokrasi tersebut walaupun kita
tidak bias menfikkan bidang keahliannya.
2.
Kajian
Yuridis-Normatif
Secara yuridis
normatif atau dilihat dari perspektif sumber hukum formal,[10]
topik pembahasan tentang sistem lelang jabatan memiliki keterkaitan secara
konstitusional dengan HAM yang telah tertuang di dalam UUD 1945[11]
pada pasal 28C ayat (2) yaitu :
“setiap orang berhak untuk memajukan
dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat,
bangsa, dan negaranya”,
pasal 28D ayat (2) yang berbunyi :
“setiap orang berhak untuk bekerja serta
mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”.
Dari uraian di
atas dan terkait dengan lelang jabatan justru seharusnya orang-orang yang sudah
lama pada sistem birokrasilah yang harus diprioritaskan dan dimajukan agar
lebih meningkatkan kemampuan dalam bidangnya, dikarenakan juga sudah memiliki
hubungan kerja dalam system birokrasi tersebut dan sudah mendalami bidang yang
ditekuninya. Sehingga sangat tidak adil ketika sistem lelang jabatan dibuka,
dan yang lolos adalah orang yang baru pernah masuk pada sistem birokrasi
tersebut, walaupun kita tidak bias menafikkan keahliannya.
3. Kajian Empiris-Sosiologis
Bila kita
melihat fakta di lapangan, ternyata sistem lelang jabatan ini sudah dilakukan.
Menurut Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta[12],
ada 75 calon yang mendaftar untuk menjadi camat, sementara sisanya 151 orang
mendaftar sebagai lurah. Adapun sebanyak 74.283 PNS mengikuti sistem seleksi
dan promosi jabatan atau yang dikenal lelang jabatan sebab memenuhi syarat
untuk mengikuti proses seleksi.
Menganalisis
fakta yang kemudian diperkuat dengan data dari BKD DKI Jakarta, diatas maka
sistem lelang jabatan tidak dibuka secara
umum, seharusnya dibatasi hanya pada fokus kepada orang-orang yang memang sudah
lama dalam birokrasi, karena sudah lama berkecimpun dalam dengan birokras
tersebut, maka lebih mudah dia akan memahami kekurang-kekurangan pemimpin
sebelumnya, dan ketika dia terpilh mendapatkan jabatan yang lebih tinggi maka
bisa membangun lebih baik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Setelah melihat analisis dari persektif
pro maupun kontra terhadap sistem lelang jabatan dengan masing-masing
menggunakan pendekatan kajian teoritis-filosofis, kajian yuridis-normatif dan
empiris-sosiologis maka kami menarik kesimpulan bahwa polemik pro maupun kontra
terkait dengan topik ini ternyata hanya terletak pada sudut pandang yang
berbeda dalam menginterpretasikan atau menafsirkan pendekatan yang dipakai baik
melalui kajian teoritis-filosofis, kajian yuridis-normatif dan
empiris-sosiologis namun pada hakikatnya memiliki maksud dan tujuan yang sama
untuk menghasilkan pejabat yang mampu bekerja keras dan memberikan pelayanan
prima kepada masyarakat. Oleh karena itu kami merekomendasikan yaitu:
1.
Keterbukaan promosi
jabatan
Dalam konteks ini,
bahwa sudah selayaknya promosi jabatan dilakukan secara terbuka tanpa adanya
diskriminasi dengan melihat keahlian di bidang dan pengetahuan serta pengalamannya dalam
system dimana seseorang akan ditempatkan.
2.
Mempertegas
dasar hukum
Dalam konteks ini,
segala sesuatu terkait dengan promosi jabatan atau lelang jabatan harus dibuat
regulasi yang jelas agar terwujudnya tujuan hukum itu sendiri yaitu keadilan, kepastian,
dan kemanfaatan hukum dalam pengisian posisi penting tersbut.
3.
Membentuk Panitia khusus dalam proses seleksi.
Panitia khusus
ini dibentuk untuk memberikan kejelasan dalam proses tahapan-tahapan seleksi
dengan menempatkan orang-orang yang ahli dan sudah berpengalaman.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku:
Asshiddiqie,
Jimly., pengantar ilmu hukm tata negara.(Jakarta:
PT. RAJAGARFINDO PERASADA,2013).
Kusnardi,
Moh. Dan Harmaily Ibrahim. Pengantar
Hukum Tata Negara Indonesia, Cet-kelima. Jakarta: Pusat studi Hukum Tata
Negara, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983.
Moh. Mahfud Md, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi.(Jakarta:
PT. RajaGarfindo, cetakan Perasada. Cetakan ke-2, 2011).
Miriam budiardjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustak utama,1992).
S.H,
Waluyadi, Pengantar Ilmu Hukum Dalam
Perspektif Hukum Positif. (Jakarta: Djambatan,2001).
Tim
Kerja Sosialisasi MPR periode 2009-2014, dan tim Kerja Sosialisasi MPR periode
2009-2014, Empat Pilar Kehidupan Bangsa dan Negara, (jakarta: Sekretariat jenderal MPR RI,2012).
Tim Redaksi Pustaka Yustisia,Naskah Amandemen Lengkap UUD 1945.(Yogyakarta:
Penerbit Pustaka Yustisia, 2013). Hlm. 21
Perundang-undangan:
________Pancasila_______Undang-Undang Dasar 1945.
________
Undang-Undang Republik Indonesi Nomor
43 tahun 1999 tentang perubahan atas UU nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
kepegawaian
________ Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara(ASN
[1] UUD 1945 adalah konstitusi Negara indonesia yang merupakan hukum
tertinggi dalam penyelenggaraan Negara di indonesia
[2] Moh. Kusnardi dan harmaily Ibrahim, 1988 : 153
[3] Jimly asshiddiqie, pengantar
ilmu hukm tata negara.(Jakarta: PT. RAJAGARFINDO PERASADA,2013). hlm. 159.
[4]Moh. Mahfud Md, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen
Konstitusi.(Jakarta: PT. RajaGarfindo, cetakan Perasada. Cetakan ke-2,
2011).hlm.5.
[5] Waluyadi,Pengantar Ilmu Hukum
Dalam Perspektif Hukum Positif.(Jakarta:Djambatan, 2001)hlm.23
[6] Tim Redaksi Pustaka Yustisia,Op. Cit, Hlm. 21
[7] Data pelaporan dari BKD DKI Jakarta
[8] Jimly asshiddiqie, pengantar
ilmu hukm tata negara.(Jakarta: PT. RAJAGARFINDO PERASADA,2013). hlm. 159.
[9]Moh. Mahfud Md, Perdebatan
Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi.(Jakarta: PT. RajaGarfindo,
cetakan Perasada. Cetakan ke-2, 2011).hlm.5.
[10]Waluyadi,Pengantar Ilmu Hukum
Dalam Perspektif Hukum Positif.(Jakarta: Djambatan ,2001)hlm.23
[11] Tim Redaksi Pustaka Yustisia,Naskah Amandemen Lengkap UUD
1945.(Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia, 2013). Hlm. 21
[12] Data pelaporan dari BKD DKI Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar