Senin, 27 Juni 2016

Artikel Ilmiah Sistem Lelang Jabatan

"PRO  KONTRA Terhadap Sistem Lelang Jabatan"

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Tujuan Negara Indonesia sebagaimana tertuang dalam alinea ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945[1]melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Untuk mencapai tujuan tersebut tidaklah mudah karena membutuhkan kerjasama seluruh komponen bangsa, baik itu pemerintah, pemuka agama, maupun tokoh masyarakat sendiri. Yang memiliki tanggung jawab paling besar untuk mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara adalah pemerintah. Untuk menjalankan pemerintahan tentu dibutuhkan orang-orang yang berkompeten untuk membantu pemerintah dalam pelayanan-pelayanan public agar pelayanan tersebut benar-benar sampai kepada masyarakat dan dapat terlaksana dengan baik sehingga dapat terwujudnya masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.

Namun orang-orang yang dalam menjalankan proses pelayanan publik tersebut seringkali tidak sesuai dengan birokrasi yang ada, dikarenakan sikap pimpinan yang memilih pejabat atas dasar suka atau tidak suka sehingga para pejabat mendapatkan jabatan yang tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki yang membawa dampak buruk terhadap pelayanan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan regulasi yang tepat agar dapat memberikan pelayanan pubik yang optimal.

Sistem lelang jabatan merupakan pilihan atau cara alternatif dalam memilih pejabat yang sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang dimilikinya, namun munculnya wacana tentang sistem lelang jabatan ini ternyata terjadi polemik di masyarakat. Ada yang pro terhadap sistem lelang jabatan karena memiliki maksud dan tujuan yang mulia, dan ada pula yang kontra karena ketidakjelasan efektivitas dari proses lelang jabatan ini.

Berangkat dari hal tersebut maka kami selaku penyusun artikel ini ingin menganalisis lebih dalam dimana letak perbedaan sudut pandang serta alasan-alasannya baik dari persektif pro maupun kontra, dan apakah memang sistem lelang jabatan ini sesuai dengan UUD 1945 ataukah sebaliknya sistem ini tidak sejalan dengan UUD 1945 sehingga tidak perlu untuk dilaksanakan.
B.     Rumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:

1.      Bagaimanakah analisis dari perspektif PRO terhadap Sistem Lelang Jabatan?

2.      Bagaimanakah analisis dari perspektif KONTRA terhadap Sistem Lelang Jabatan?

 
BAB II

PEMBAHASAN

A.    Analisis Dari Perspektif PRO Terhadap Sistem Lelang Jabatan

Untuk pembahasan kali ini akan dianalisis melalaui kajian teoritis-filosofis, yuridis-normatif dan empiris-sosiologis kenapa PRO terhadap topik ini:

1.        Kajian teoritis-filosofis

Secara teoritis Aristoteles mengatakan bahwa  salah satu konsepsi negara hukum adalah adanya keadilan kepada warga negaranya, apabila keadilan telah terwujud, maka terciptalah suatu “negara hukum” karena tujuan negara adalah kesempurnaan warganya yang berdasarkan atas keadilan. Dalam negara seperti ini keadilanlah yang memerintah dan harus terjelma di dalam negara, dan hukum berfungsi memberi kepada setiap apa yang sebenarnya berhak ia terima.[2]

Ilmu hukum tidak hanya dilihat dari segi sumber hukum formal tetapi juga hukum materil, secara filosofi pancasila adalah sumber hukum dalam arti secara materil yang tidak saja menjiwai, tetapi harus dilaksanakan dan tercermin oleh dan dalam setiap peraturan  hukum di indonesia.[3] oleh karena itu hukum di indonesia haruslah berdasar pada pancasila yang juga merupakan dasar dan ideologi negara sekaligus Modus vivendi (kesepakatan leluhur) bangsa indonesia yang sulit atau (mungkin) tidak bisa digantikan.[4] Hal ini sejalan dengan pancasila sila ke-5 yaitu, keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia, yang selanjutnya dijabarkan dalam butir ke-2 pedoman pengamalan pancasila berdasarkan Tap MPR No.I/MPR/2003, yang berbunyi “mengembangkan sikap adil terhadap sesama.”

Jika dilihat dalam konsideran Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara pada huruf (a) berbunyi, menimbang bahwa dalam rangka pelaksanaan cita-cita bangsa dan mewujudkan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu dibangun aparatur sipil negara yang memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ini juga sejalan dengan sistem lelang jabatan dan pancasila sebagai dasar Negara.

Dari uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa Sistem Lelang Jabatan sesuai dengan Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara maupun pancasila. Oleh karena itu, ditinjau dari kajian teoritis filosofis Sistem Lelang Jabatan ini perlu untuk dilaksanakan.
2.      Kajian Yuridis-Normatif

Secara yuridis normatif atau dilihat dari perspektif sumber hukum formal,[5] topik pembahasan tentang sistem lelang jabatan memiliki keterkaitan secara konstitusional dengan HAM yang telah tertuang di dalam UUD 1945[6] pada pasal 27 ayat (1), (2), dan (3). Ayat (1) yang berbunyi :

1)      “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya,

2)      “tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”,

3)      “setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan Negara”,pasal 28C ayat (2) yang berbunyi “setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya”, pasal 28D ayat (3) yaitu “setiap warga Negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”, dan pasal 28I ayat (2) yang menyatakan “setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.”

Hal tersebut dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara pasal 16 “setiap jabatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ditetapkan sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan”. Hal ini juga dilandasi dengan UU Nomor 43 tahun 1999 tentang perubahan atas UU nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok kepegawaian pada pasal 17 ayat (2) :

“pengangkatan pegawai negeri sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, atau golongan.

Uraian di atas baik dilihat dari UUD 1945, UU tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), maupun UU tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, maka sudah sangat jelas bahwa setiap orang atau setiap warga Negara terutama warga Indonesia mempunyai hak kolektif, hak untuk menunjukkan kemampuan dan profesionalitas salah satunya juga berhak mendapatkan pekerjaan yang layak dalam sistem lelang jabatan ini agar dapat membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya tanpa harus bersifat diskriminatif atau membeda-bedakan suku, budaya, ras, kedudukan sosial, maupun agama yang dimilikinya. Hal ini tentu saja sejalan dengan terobosan baru mengenai sitem lelang jabatan atau promosi jabatan yang dilakukan pemerintah untuk mengisi jabatan struktural, baik di tingkat daerah maupun di tingkat pusat.

 

3.      Kajian Empiris-Sosiologis

Bila kita melihat fakta di lapangan, ternyata sistem lelang jabatan ini sudah dilakukan. Menurut Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta[7], ada 75 calon yang mendaftar untuk menjadi camat, sementara sisanya 151 orang mendaftar sebagai lurah. Adapun sebanyak 74.283 PNS mengikuti sistem seleksi dan promosi jabatan atau yang dikenal lelang jabatan sebab memenuhi syarat untuk mengikuti proses seleksi. Hal ini juga dapat dilihat pada lurah Susan Jasmine Zulkifli yang terpilih sebagai lurah di kelurahan Lenteng Agung.

Menganalisis fakta yang kemudian diperkuat dengan data dari BKD DKI Jakarta di atas maka dapat dipahami pengaruh positif dari lelang jabatan antara lain, adanya fit and proper test, terlihat bagaimana track record kinerja pejabat tersebut, menghindari pengisian jabatan yang merupakan “pesenan” dari pihak lain yang memiliki kepentingan dalam hal tugas dan wewenang dari jabatan tersebut, memberikan peluang yang sama bagi PNS yang berkarier berdasarkan kinerja dan prestasi kerjanya, dan bentuk keterbukaan birokrasi kepada masyarakat, sehingga masyarakat akan lebih percaya kepada pemerintahan, sehingga gol “good governance” akan tercipta.

 

B.     Analisis Dari Perspektif KONTRA Terhadap Sistem Lelang Jabatan

Untuk pembahasan kali ini juga akan dianalisis melalaui kajian teoritis-filosofis, yuridis-normatif dan empiris-sosiologis kenapa kontra terhadap topik ini:

1.      Kajian Teoritis –Filosofis

Secara teoritis Aristoteles mengatakan bahwa  salah satu konsepsi negara hukum adalah adanya keadilan kepada warga negaranya, apabila keadilan telah terwujud, maka terciptalah suatu “negara hukum” karena tujuan negara adalah kesempurnaan warganya yang berdasarkan atas keadilan. Dalam negara seperti ini keadilanlah yang memerintah dan harus terjelma di dalam negara, dan hukum berfungsi memberi kepada setiap apa yang sebenarnya berhak ia terima.

Ilmu hukum tidak hanya dilihat dari segi sumber hukum formal tetapi juga hukum materil, secara filosofi pancasila adalah sumber hukum dalam arti secara materil yang tidak saja menjiwai, tetapi harus dilaksanakan dan tercermin oleh dan dalam setiap peraturan  hukum di indonesia.[8] oleh karena itu hukum di indonesia haruslah berdasar pada pancasila yang juga merupakan dasar dan ideologi negara sekaligus Modus vivendi (kesepakatan leluhur) bangsa indonesia yang sulit atau (mungkin) tidak bisa digantikan.[9]

Hal ini sejalan dengan pancasila sila ke-5 yaitu “keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia”, yang selanjutnya dijabarkan dalam butir ke-2 pedoman pengamalan pancasila berdasarkan Tap MPR No.I/MPR/2003 yang berbunyi “mengembangkan sikap adil terhadap sesama.” Hal ini ditegaskan oleh salah satu pemikiran filosofis presiden Soekarno yaitu “keadilan sosial ialah suatu masyarakat atau sifat suatu masyarakat adil dan makmur, berbahagia buat semua orang, tidak ada penghinaan, tidak ada penindasan, tidak ada penghisapan”. Jika keadilan ini dijalankan tentunya akan senada dengan pancasila sila ke-3 yaitu persatuan Indonesia.

Dari uraian di atas jika dikaitkan dengan sistem lelang jabatan, dapat dilihat bahwa disini keadilan mungkin adil bagi para pemeritah yang membuat kebijakan ini, namun belum tentu adil bagi para PNS yang akan mengikuti proses-proses tersebut, dikarenakan sistem lelang jabatan terbuka secara umum bagi PNS namun tidak adil bagi orang yang sudah lama berkecimpung di bidang tertentu dalam birokrasi yang sudah paham akan sistem tersebut dibandingkan dengan orang yang terpilih tetapi belum punya keahlian atau pengalaman dalam sistem birokrasi tersebut walaupun kita tidak bias menfikkan bidang keahliannya.
2. Kajian Yuridis-Normatif

Secara yuridis normatif atau dilihat dari perspektif sumber hukum formal,[10] topik pembahasan tentang sistem lelang jabatan memiliki keterkaitan secara konstitusional dengan HAM yang telah tertuang di dalam UUD 1945[11] pada pasal 28C ayat (2) yaitu :

“setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya”,

 pasal 28D ayat (2) yang berbunyi :

“setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”.
Dari uraian di atas dan terkait dengan lelang jabatan justru seharusnya orang-orang yang sudah lama pada sistem birokrasilah yang harus diprioritaskan dan dimajukan agar lebih meningkatkan kemampuan dalam bidangnya, dikarenakan juga sudah memiliki hubungan kerja dalam system birokrasi tersebut dan sudah mendalami bidang yang ditekuninya. Sehingga sangat tidak adil ketika sistem lelang jabatan dibuka, dan yang lolos adalah orang yang baru pernah masuk pada sistem birokrasi tersebut, walaupun kita tidak bias menafikkan keahliannya.

3. Kajian Empiris-Sosiologis
Bila kita melihat fakta di lapangan, ternyata sistem lelang jabatan ini sudah dilakukan. Menurut Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta[12], ada 75 calon yang mendaftar untuk menjadi camat, sementara sisanya 151 orang mendaftar sebagai lurah. Adapun sebanyak 74.283 PNS mengikuti sistem seleksi dan promosi jabatan atau yang dikenal lelang jabatan sebab memenuhi syarat untuk mengikuti proses seleksi.

Menganalisis fakta yang kemudian diperkuat dengan data dari BKD DKI Jakarta, diatas maka sistem lelang jabatan tidak dibuka secara umum, seharusnya dibatasi hanya pada fokus kepada orang-orang yang memang sudah lama dalam birokrasi, karena sudah lama berkecimpun dalam dengan birokras tersebut, maka lebih mudah dia akan memahami kekurang-kekurangan pemimpin sebelumnya, dan ketika dia terpilh mendapatkan jabatan yang lebih tinggi maka bisa membangun lebih baik.
BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan.

Setelah melihat analisis dari persektif pro maupun kontra terhadap sistem lelang jabatan dengan masing-masing menggunakan pendekatan kajian teoritis-filosofis, kajian yuridis-normatif dan empiris-sosiologis maka kami menarik kesimpulan bahwa polemik pro maupun kontra terkait dengan topik ini ternyata hanya terletak pada sudut pandang yang berbeda dalam menginterpretasikan atau menafsirkan pendekatan yang dipakai baik melalui kajian teoritis-filosofis, kajian yuridis-normatif dan empiris-sosiologis namun pada hakikatnya memiliki maksud dan tujuan yang sama untuk menghasilkan pejabat yang mampu bekerja keras dan memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Oleh karena itu kami merekomendasikan yaitu:

1. Keterbukaan promosi jabatan

Dalam konteks ini, bahwa sudah selayaknya promosi jabatan dilakukan secara terbuka tanpa adanya diskriminasi dengan melihat keahlian di bidang dan pengetahuan serta pengalamannya dalam system dimana seseorang akan ditempatkan.

2.      Mempertegas dasar hukum

Dalam konteks ini, segala sesuatu terkait dengan promosi jabatan atau lelang jabatan harus dibuat regulasi yang jelas agar terwujudnya tujuan hukum itu sendiri yaitu keadilan, kepastian, dan kemanfaatan hukum dalam pengisian posisi penting tersbut.

3.      Membentuk Panitia khusus dalam proses seleksi.

Panitia khusus ini dibentuk untuk memberikan kejelasan dalam proses tahapan-tahapan seleksi dengan menempatkan orang-orang yang ahli dan sudah berpengalaman.

 

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku:

Asshiddiqie, Jimly., pengantar ilmu hukm tata negara.(Jakarta: PT. RAJAGARFINDO   PERASADA,2013).
Kusnardi, Moh. Dan Harmaily Ibrahim. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Cet-kelima. Jakarta: Pusat studi Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983.
Moh. Mahfud Md, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi.(Jakarta: PT. RajaGarfindo, cetakan Perasada. Cetakan ke-2, 2011).
Miriam budiardjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustak utama,1992).
S.H, Waluyadi, Pengantar Ilmu Hukum Dalam Perspektif Hukum Positif. (Jakarta: Djambatan,2001).
Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009-2014, dan tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009-2014, Empat Pilar Kehidupan Bangsa  dan Negara, (jakarta: Sekretariat  jenderal MPR RI,2012).
Tim Redaksi Pustaka Yustisia,Naskah Amandemen Lengkap UUD 1945.(Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia, 2013). Hlm. 21

Perundang-undangan:
________Pancasila
_______Undang-Undang Dasar 1945.
________ Undang-Undang Republik Indonesi Nomor 43 tahun 1999 tentang perubahan atas UU nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok kepegawaian
________ Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara(ASN

 Website/Internet:
_______website: Data pelaporan dari BKD DKI Jakarta


[1] UUD 1945 adalah konstitusi Negara indonesia yang merupakan hukum tertinggi dalam penyelenggaraan Negara di indonesia
[2] Moh. Kusnardi dan harmaily Ibrahim, 1988 : 153
[3] Jimly asshiddiqie, pengantar ilmu hukm tata negara.(Jakarta: PT. RAJAGARFINDO PERASADA,2013). hlm. 159.
[4]Moh. Mahfud Md, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi.(Jakarta: PT. RajaGarfindo, cetakan Perasada. Cetakan ke-2, 2011).hlm.5.
[5] Waluyadi,Pengantar Ilmu Hukum Dalam Perspektif Hukum Positif.(Jakarta:Djambatan, 2001)hlm.23
[6] Tim Redaksi Pustaka Yustisia,Op. Cit, Hlm. 21
[7] Data pelaporan dari BKD DKI Jakarta
[8] Jimly asshiddiqie, pengantar ilmu hukm tata negara.(Jakarta: PT. RAJAGARFINDO PERASADA,2013). hlm. 159.
[9]Moh. Mahfud Md, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi.(Jakarta: PT. RajaGarfindo, cetakan Perasada. Cetakan ke-2, 2011).hlm.5.
[10]Waluyadi,Pengantar Ilmu Hukum Dalam Perspektif Hukum Positif.(Jakarta: Djambatan ,2001)hlm.23
[11] Tim Redaksi Pustaka Yustisia,Naskah Amandemen Lengkap UUD 1945.(Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia, 2013). Hlm. 21
[12] Data pelaporan dari BKD DKI Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar